Direktorat Jenderal Bina Konstruksi Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), ke depan, akan lebih mengedepankan program kerja dengan paket-paket pekerjaan kontraktrual dibanding dengan swakelola dengan perbandingan sekitar 60% dan 40%.
“Ditjen Bina Konstruksi akan membangun kemitraan yang baik terkait dukungan tugas dan fungsi serta kinerja organisasi, yang menjadi critical point adalah dampak yang harus bisa dirasakan oleh pelanggan, dalam hal ini, pengguna jasa, penyedia jasa, tenaga kerja dan masyarakat yang harus terus dilakukan monitoring dan evaluasi,” hal tersebut dikatakan Sekretaris Direktorat Jenderal Bina Konstruksi Panani Kesai, dalam pembahasan Penajaman Rencana Kerja Tahun Anggaran 2016 hari jumat (25/09) lalu di Jakarta.
Panani melanjutkan, dengan menciptakan iklim usaha yang baik, melaksanakan tertib dan mutu penyelenggaraan jasa konstruksi, kualitas konstruksi dan produk unggulan menjadi prioritas, dan pemberdayaan kompetensi SDM serta membangun kesadaraan masyarakat akan pentingnya sebuah kompetensi niscaya akan menjadikan Jasa Konstruksi di Indonesia menjadi mandiri, berdaulat, dan berdaya saing serta bernilai tambah.
Penjabaran kebutuhan program kerja Direktorat Jenderal Bina Konstruksi pada tahun anggaran 2016 dan pada tahun tahun ke depan harus merupakan refleksi kebutuhan utama masyarakat jasa konstruksi dan bukan keinginan pemerintah semata.
“Selaku pembina, Ditjen Bina Konstruksi tidak bisa memaksakan kehendaknya untuk menjalankan program kerja yang bukan diperoleh dari para pelaku lapangan yakni masyarakat jasa konstruksi, tugas utama kita adalah melayani dan memfasilitasi mereka, selain itu dengan adanya system Teknologi Informasi saat ini akan memudahkan kita dalam memfasilitasi dan berkoordinasi, selain itu aspek akuntabilitas menjadi hal krusial untuk dapat disampaikan oleh masing-masing direktorat kepada semua pihak termasuk masyarakat”, tambah Panani.
Dalam paparan dihadapan para unit eselon 2, 3 dan 4 di Lingkungan Ditjen Bina Konstruksi, Sekretaris Ditjen Bina Konstruksi, Panani Kesai, mengingatkan kembali mengenai sebuah konsep bisnis proses pembinaan, dimana terdapat konsep dasar penyusunan program.
Program kerja lahir dari sebuah penjabaran kebutuhan / permasalahan di tengah-tengah masyarakat sehingga dari hal tersebut pemerintah akan mengetahui tujuan, dimana hubungan antara kebutuhan dengan tujuan harus memiliki nilai relevansi yang tinggi.
Setelah mengetahui tujuan tersebut akan berlanjut pada input berupa list apa saja yang akan menjadi input yang didukungan Sumber Daya yang tersedia kemudian akan berujung pada listing kegiatan para subdit yang akan menghasilkan output yang terukur dengan indikator-indikatornya.
“Hal ini tentu akan menjalankan fungsi monitoring dan evaluasi pada masing-masing sub direktorat, dimana proses ini harus berjalan secara efisien. Sedangkan Outcome akan menjadi hasil akhir yang harus memiliki nilai efektifitas yang tinggi untuk dapat dirasakan oleh pengguna jasa, penyedia jasa, tenaga kerja, serta masyarakat dimana masalah dapat terselesaikan dan kebutuhan dapat terpenuhi, semua proses ini akan membawa kinerja Dirjen Bina Konstruksi di mata masyarakat, yang menjadi sub system dari Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat’’ ujar Panani Kesai.
Selain itu Panani Kesai menambahkan bahwa masing-masing Direktorat di lingkungan Ditjen Bina Konstruksi tidak bisa berjalan sendiri-sendiri, “kita dituntut harus dapat memaksimalkan strategi delivery kepada pihak ketiga dengan memanfaatkan sistem informasi untuk menjamin keterpaduan pelaksanaan program kerja. Setiap Direktorat harus berkoordinasi yang intens dengan sekretariat karena fungsi sekretariat sebagai koordinator yang akan membawa nama baik Ditjen Bina Konstruksi dalam sebuah sistem di Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat. (dnd/ed:nrm)
Biro Komunikasi Publik