Perdagangan bebas menuntut setiap orang harus mampu menjadi professional. Keprofesionalan itu dibuktikan dengan tanda bukti kemampuan diri yang berlaku internasional, Indonesia sebagai bagian dari pasar global, terdekat menghadapi MEA. Selain itu, Indonesia juga diharapkan masuk dalam keanggotaan TPP (Trans Pasific Partnership). Bila Indonesia sudah masuk dalam keanggotaan ini, maka yang akan dituntut bukan hanya kemandirian ekonomi tetapi juga keberdayaan kompetensi SDM, standar kompetensi SDM, bila tidak, SDM Indonesia tidak akan mampu bermain dalam perdagangan bebas.
Demikian diutarakan Direktur Jenderal Bina Konstruksi Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, Yusid Toyib, pada arahannya didepan para pengurus DPP dan DPD Asosiasi Tenaga Teknik Indonesia (ASTTI), Sabtu (31/10) di Bandung.
Kehadiran asosiasi-asosiasi yang berkualitas, termasuk ASTTI diharapkan terus dan mampu memberikan sumbangsih nyata terutama dalam penyiapan SDM yang berstandar Internasional. Kehadiran para tenaga teknik sangat dibutuhkan dalam pembangunan Indonesia. Hasil karyanya menjadi bagian tak terlepas dari upaya konektivitas dan menyejahterakan rakyat. Untuk mendukung itu maka tenaga di bidang keteknikan yang kompeten dan berstandar sangat dibutuhkan guna mewujudkan mutu infrastruktur yang layak.
Diketahui pemerintah bertugas menyiapkan regulasi dan mengawasi. Sedangkan publik diharapkan mampu berperan aktif dalam setiap sesi pembangunan, “misal, dengan menyiapkan dan menciptakan tenaga-tenaga terampil dan ahli di bidangnya” ujar Yusid.
Seperti bersama-sama diketahui, DPR dan Pemerintah sedang menyusun RUU Jasa Konstruksi menggantikan UU No.18 tahun 1999. RUU yang merupakan inisiasi DPR ini diharapkan hadir untuk dapat menjawab memperkuat eksistensi para pelaku di bidang konstruksi yang notabene di dalamnya banyak dilakoni oleh para insinyur.
Sebagai informasi bahwa saat ini RUUJK telah disampaikan kepada Presiden RI tertanggal 13 Oktober 2015. Selanjutnya Pemerintah akan menyiapkan Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) dan hasilnya akan dibahas bersama-sama dengan Panitia Kerja DPR dan diharapkan pada akhir tahun 2015, RUU ini dapat disepakati menjadi UU Jasa Konstruksi menggantikan UU Jakon No. 18/1999.
Adanya usulan perubahan tersebut dilandasi dari sebuah tantangan penyelenggaraan jasa konstruksi sudah banyak berubah dan semakin besar, termasuk mengisyaratkan Klasifikasi usaha disesuaikan dengan Central Product Classification/ KLBI.
Lingkungan strategis telah berubah dengan diberlakukannya UU Ketenagakerjaan, UU Keinsinyuran, UU Kelistrikan sehingga perlu diharmonisasikan. Serta, tuntutan untuk melakukanpeningkatan efisiensi dan efektifitas pembangunan juga pembinaan terus bergulir, kemudian penyelenggaraan, penegakan hukum, partisipasi masyarakat dan keamanan, keselamatan dan kesehatan konstruksi menjadi hal yang mutlak dilakukan.
Atas hal tersebut, pembagian tugas dalam pembinaan ke depan akan lebih dipertegas dan terstruktur antara Pemerintah Pusat dan peran Daerah, “selain itu akan ada kebijakan yang lebih mengedepankan dan melindungi pengusaha lokal terutama di daerah, demi kelancaran pekerjaan Konstruksi,” ujar Yusid Toyib
Selain itu terkait masalah keterlibatan masyarakat salah satunya yaitu mengenai tuntutan perorangan atau organisasi melalui pengaduan tidak serta merta akan menghentikan pekerjaan, karena proses ini akan memperlambat proses pembangunan inrastruktur di Indonesia.
“Kemudian sorotan tentang peningkatan mutu tenaga kerja, diharapkan peranan Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP) dan asosiasi akan terlibat, asosiasi profesi harus fokus pada keahlian satu bidang”, kata Yusid Toyib. Selain itu Pemerintah juga menerapkan standar remunerasi minimal yang baik sebagai bagian dari upaya penghargaan terhadap karya konstruksi.
Sementara itu, keterlibatan Asosiasi menurut, anggota DPD ASTTI Medan, Murniarti Pasaribu beranggapan, ke depan Pemerintah perlu menetapkan kriteria untuk menentukan asosiasi yang berhak dan berkompeten melakukan verifikasi & validasi terkait dengan sertifikasi Tenaga Ahli.
Harapan, dari DPD Sulawesi Selatan, LPJK harus diisi oleh orang-orang yang mempunyai integritas tinggi, dengan tidak ada aspek komersialisasi, serta Pembentukan USTK (unit sertifikasi tenaga kerja) bentukan masyarakat perlu terus didorong, sebagai bagian dari peningkatan peran asosiasi dalam mendorong percepatan sertifikasi (dnd).