GuidePedia

0

Saat ini sebanyak 53 persen penduduk tinggal di daerah perkotaan, di tingkat Asia PBB memperkirakan peningkatan menjadi 64 persen penduduknya akan tinggal di perkotaan pada tahun 2050. Sedangkan di Indonesia hampir 60 persen penduduk Indonesia tinggal di Jawa,isu urbanisasi ini menjadi salah satu isu yang diangkat dalam The Sixth Asia-Pacific Urban Forum (APUF 6) di Jakarta 19-21 Oktober.
“Prioritas utama kita adalah bagaimana kita membangun secondary city, yaitu mengurangi beban metropolitan dengan membangun dari pinggiran. Jadi New Urban Agenda itu akan dibawa di Habitat III di Quito (Ekuador), sub temanya dari masing-masing region, Asia-Pasifik ini diantaranya membawa isu urbanisasi, bagaimana mengelola urbanisasi yang terus menerus, sekarang 53 persen penduduk ada  di kota, transportasi publik, sanitasi, air bersih dan perumahan itu harus kita sediakan, makanya kita membangun secondary city yang ada di kota-kota pinggiran,” tutur Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat(PUPR) Basuki Hadimuljono kepada wartawan usai membuka APUF-6 (19/10).
Dikatakannya, APUF 6 merupakan pertemuan awal para pemangku kepentingan menjelang penyelenggaraan Habitat III yang akan dilaksanakan tahun depan di Quito, Ekuador. Basuki menjelaskan pemerintah akan membangun kota-kota di pinggiran di sekitar kawasan metropolitan di Indonesia, diantaranya di Medan, Palembang, Padang, Jakarta, Bandung, Semarang, Surabaya dan Makassar.
“Ada 4 hal yang menjadi permasalahan metropolitan yang harus diselesaikan dalam rangka menuju kota yang nyaman yaitu transportasi massal, sanitasi, air bersih dan perumahan,” tegas Menteri Basuki.
Sementara itu, Direktur Jenderal Cipta Karya Kementerian PUPR Andreas Suhono mengatakan, di Quito nanti dalam penyusunan agenda baru perkotaan di Habitat III, isu yang akan diangkat oleh regional Asia Pasific adalah bagaimana kota lebih ramah terhadap warganya.
“Penduduk perkotaan itu lebih besar daripada penduduk pedesaan, sementara kota itu harus menjadi tempat tinggal yang nyaman bagi semua usia tetapi juga kebetulan menjadi mesin penggerak ekonomi, sehingga peran kota menjadi kompleks ke depan, satu sisi menjadi tempat tinggal yang nyaman, berkualitas, dengan infrastrukturnya, disisi lain juga harus produktif,”tutur Andreas.
Andreas mengungkapkan bahwa Indonesia saat ini dipandang sedang terjadi fenomena yang menarik bagi dunia, dimana bermunculannya pemimpin-pemimpin daerah yang berkomitmen untuk menciptakan kota di daerahnya menjadi lebih nyaman untuk ditinggali. Perkembangan yang terjadi secara natural tersebut menjadi Indonesia sebagai perhatian dunia, dan ini juga yang menjadi latar belakang mengapa Indonesia dipilih menjadi tuan rumah untuk event regional APUF-6 ini.
“Indonesia dipilih sebagai host untuk regional Asia-Pasifik untuk menyuarakan apa sih yang menjadi persoalan di Asia-Pasifik yang perlu dibawa di sidang Quito, untuk menyusun agenda baru perkotaan,”tambah Andreas.
Dalam Mayors Roundtable, Kota Tangerang menjadi salah satu perwakilan dalam berbagi pengalaman mengenai bagaimana implementasi dari MDG’s yang dilaksanakan oleh pemerintah daerah untuk mencapai Sustainable Development Goals (SDG’s)  dan implementasi agenda baru perkotaan. Walikota Tangerang Arief Rachadiono mengungkapkan bagaimana pemerintah daerah bisa meningkatkan partisipasi publik dalam mengatasi berbagai permasalahan kota melalui komunitas-komunitas perkotaan.
“Untuk mengimplementasi kota yang bisa ditinggali kita dorong warga untuk membuat komunitas berdasarkan program itu sendiri, misalnya kita mempunyai budget untuk membangun rumah untuk orang miskin, kita dorong masyarakat untuk membangun sendiri melalui komunitas yang peduli dengan anggaran pemerintah,”tutur Arief.
Contoh lainnya adalah komunitas yang mengatasi masalah persampahan dengan membuat bank sampah, dibidang sanitasi juga ada komunitas yang didorong untuk membuat got dan selokan, selain itu juga penerangan jalan yang saat ini sudah mampu mengatasi permasalahan penerangan jalan di 104 desa di Tangerang.
“Jadi komunitas-komunitas ini bergabung untuk melaksanakan program kota ini, ada 200 komunitas di Tangerang yang variasi nya tergantung dari apa program mereka dan dari situ pemerintah kota akan memfasilitasi,”tutup Arief.
Dalam sesi tersebut beberapa walikota dari berbagai negara Asia Pasifik turut berbagi pengalaman terkait penanganan isu perkotaan yakni Romano Rio Walikota Betio dari negara Kiribati, Vinod Chamoli Walikota Dehradun (India), John G, Bongat Walikota Naga (Filipina), Shamim Al Razi Walikota Singra (Bangladesh), Kinlay Dorjee Walikota Thimpu (Bhutan) dan S.Orchibat Wakil Walikota Ulaanbaatar (Mongolia). (iwn/nrm) 

Post a Comment

 
Top